Dimana batas kenyang mu


Serakah menggigit mengunyah daging sisa rakyat dari tulang belulang keropos kurang vitamin.  kemewahan mereka sang pemakan bangsa kami, mewakili katanya setiap kepala di ini negeri. Namun  yang terwakili merasakan kenyang sukar di dapat, merasakan senang hanya mimpi dan bualan mereka yang mengatasnamakan yang mewakili.

Senja tiba di ujung negeri kaya, namun tudung aling-aling lapar menggelayut di setiap perut penduduk negeri, mereka sang penguasa menikmati indah hidup dari apa yang kita keluarkan dengan tidak ikhlas. Karena ikhlas hanya ada di mulut bagi kami dan di depan mereka penjaga negeri yang siap dengan besi yang dapat memuntahkan timah panas setiap saat mematai bila kapan kaum kita teriak maka dor muntahan timah panas menusuk nyeri kalbu kami yang menolak mati.

Di gedung beton hasil dari upeti masyarakat hampir setengah mati, terbahak menyadari nasib mujur mereka yang mengaku pemimpin negeri. Mereka menjadikan kita ikan pancingan dengan umpan janji dan bualan akan kehidupan menjadi sejahtera. Semua hanya janji lima tahun sekali nihil bukti kami dapati, lalu saat kami menagih janji dengan berbagai alasan bak pemain bola lincah dan pandai menggocek mereka mengelak dan kata tunggu dan tunggu terlontar dari mulut bau.

Segala kekayaan telah mereka telan, kemudahan hidup dalam genggaman. Makan sehari dua belas kali mudah untuk mereka, tapi mengapa seolah mereka tidak pernah kenyang, apa harus halilintar menyambar kepala rubah mereka untuk menyadarkan, apa harus himpit bumi yang menyakitkan membuat mereka menyadari apa itu salah.

Knalpot mobil sampah yang rombeng lebih senang aku dengar dari pada mulut bualan dusta penuh kebijakan yang menyebalkan tidak melambangkan apa yang ada pada dasar negara kita. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat negara hanya kata-kata tidak bermakna yang kehilangan fungsi karena kekuatannya di cabut oleh si badut lapar. Keadilan sosial kini hilang di telan perut badut serakah yang tidak menyenangkan.

Antrian penganggur mengantri demi pekerjaan yang belum pasti, dimana janjimu dulu yang muluk penuh emosi dengan berkoar seolah mulutmu mengeluarkan api, semua janji hilang di telan setan bergentayangan, kami butuh pekerjaan bukan masker kain buatan tangan yang sudah menumpuk di sudut dapur kami yang kami rajut jadikan keset toilet. Kami butuh nasi bukan butuh miras yang menjadi legal bisa di beli di toko-toko kelontong.

Jika merasa sudah tidak mampu menahkodai silakan anda minta bantuan kepada kami, masukan yang kami beri demi semua penduduk negeri, tetapi masukan orang di sekelilingmu dan ibu angkat mu itu hanya masukan untuk kekayaan diri mereka sendiri, yang terus memaksa untuk kau realisasi.

إرسال تعليق

0 تعليقات